DUNIA MERKAYANGAN

DUNIA MERKAYANGAN

Selasa, 27 Mei 2014

KERAJAAN 2 DI INDONESIA BAG 4

Sejarah Kerajaan Kandis


1. Sejarah


a. Kandis

Tidak diketahui secara pasti, kapan berdirinya Kerajaan Kandis. Yang pasti, kerajaan ini memang ada dan merupakan kerajaan tua yang keberadaannya mendahului Kuantan. Dalam kitab Negara Kertagama, terdapat nama-nama daerah di Sumatra yang termasuk dalam Kerajaan Majapahit. Kandis merupakan salah satu daerah yang disebut. Daerah-daerah lainnya yang disebut dan sekarang masuk wilayah Riau adalah Keritang (Indragiri Hilir), Siak, Kampar dan Rokan. Dari segi lokasi, ternyata kerajaan-kerajaan ini berada di sepanjang aliran sungai-sungai besar yang mengalir di Riau. Selain dari catatan sejarah dalam Negara Kertagama, bukti keberadaan Kerajaan Kandis ini dapat diketahui dari cerita-cerita rakyat.

Ibukota kerajaan Kandis diperkirakan berada di desa yang sekarang dinamakan Padang Candi, suatu tempat di pinggir Batang Kuantan (nama Sungai Indragiri di bagian hulu), di seberang Lubuk Jambi. Desa tersebut dinamakan Padang Candi, karena berkaitan dengan keberadaan Kerajaan Kandis pada masa dulu. Di desa tersebut, masih bisa ditemukan reruntuhan bangunan dan batu bata kuno. Diduga, batu bata tersebut merupakan reruntuhan candi pemujaan. Oleh karena itu, desa tersebut kemudian dinamakan Padang Candi.

Kandis merupakan sebuah kerajaan yang berdiri sendiri, karena daerahnya memang subur dan menghasilkan rempah-rempah, seperti lada. Tidak banyak yang dapat diketahui mengenai Kerajaan Kandis ini, apalagi setelah dikalahkan Jambi. Berkaitan dengan nama desa Lubuk Jambi, konon nama ini punya kaitan dengan peristiwa serangan Jambi ke Kandis. Ketika itu, pasukan Jambi melabuhkan perahu-perahunya di suatu lubuk (bagian sungai yang dalam), dan menjadikan lubuk tersebut pangkalan untuk menyerang Kandis. Selanjutnya, lubuk tersebut dinamakan masyarakat sebagai Lubuk Jambi. Tidak diketahui secara pasti, kapan serangan itu terjadi.

Memang, serangan Jambi tersebut telah meruntuhkan Kandis. Namun, Kandis tidak lenyap begitu saja, karena kemudian muncul Kerajaan Kuantan menggantikannya. Cerita mengenai ini tergambar dalam pantun yang masih dikenal di kalangan masyarakat Kuantan sampai sekarang, yaitu pantun Kandis-Kuantan. Dalam pantun tersebut tergambar bahwa, setelah Kerajaan Kandis runtuh, Kerajaan Kuantan berdiri menggantikannya.

b. Kuantan

Kisah berdirinya Kerajaan Kuantan bisa dirunut dari kisah perjalanan Sang Sapurba.

Dalam perjalanannya untuk membangkitkan kembali bangsa Melayu, armada Sang Sapurba tiba di Bintan. Di sini, ia menikahkan putranya, Sang Nila Utama dengan putri raja Kerajaan Bintan. Selanjutnya, Sang Sapurba kembali melanjutkan perjalanan ke arah barat daya untuk mencari tempat baru yang luas, di mana terdapat bangsa Melayu.

Akhirnya, armada Sang Sapurba sampai di muara sebuah sungai besar, yaitu Sungai Indragiri. Rombongan Sang Sapurba terus berlayar ke arah hulu Sungai Indragiri, hingga, suatu ketika, rombongannya kehabisan air, sementara air sungai masih terasa asin. Kemudian Sang Sapurba memerintahkan pengikutnya agar membuat lingkaran rotan seukuran perisai besar. Setelah rotan tersebut jadi, Sang Sapurba meletakkannya di atas permukaan air sungai yang asin, kemudian mencelupkan kakinya ke dalam lingkaran rotan tersebut. Tiba-tiba, air sungai yang semula asin berubah menjadi tawar. Konon, peristiwa tersebut terjadi di daerah Sapat, Indragiri Hilir. Rombongan Sang Sapurba mengambil perbekalan air secukupnya, kemudian kembali melanjutkan pelayaran menghulu Sungai Kuantan. Akhirnya, mereka sampai di pusat Kerajaan Kuantan di Sintuo. Pelabuhan yang dimiliki kerajaan ini sangat indah, terletak di dalam lingkaran lembah sebuah bukit. Di sana terlihat kapal-kapal para pedagang Cina dan India yang membawa berbagai barang dagangan untuk ditukar dengan emas.

Ketika Sang Sapurba datang, Kerajaan Kuantan tidak memiliki raja. Oleh sebab itu, kedatangan Sang Sapurba disambut gembira oleh rakyat Kuantan, baik para pembesar, pemuka masyarakat, maupun rakyat jelata. Kemudian, mereka sepakat mengangkat Sang Sapurba menjadi raja, dengan persyaratan, Sang Sapurba bersedia membunuh Naga Sakti Muna yang telah merusak ladang milik rakyat.

Sang Sapurba kemudian memerintahkan hulubalangnya, Permasku Mambang untuk membunuh sang naga dengan berbekal sundang (pedang modern) pemberian Sang Sapurba. Hulubalang Permasku Mambang berhasil membunuh naga tersebut, sehingga Sang Sapurba diangkat menjadi raja di Kuantan dengan gelar Trimurti Tri Buana. Dengan peristiwa ini, Kuantan kembali memiliki raja dan meneruskan warisan Kandis.

2. Silsilah

(Belum di temukan)

3. Periode Pemerintahan

Tidak diketahui secara pasti, berapa lama Kerajaan Kandis-Kuantan ini berdiri. Data yang ada sangat minim dan tidak mampu menjelaskan secara lebih detil mengenai kisah kerajaan ini. Namun, ada informasi yang menyebutkan bahwa, ketika Kuantan berdiri menggantikan Kandis, ibukota kerajaan yang semula di Padang Candi dipindahkan ke Sintuo, seberang Koto Taluk Kuantan sekarang ini.

4. Wilayah Kekuasaan

Daerah kekuasaan Kerajaan Kandis-Kuantan lebih kurang meliputi daerah Kuantan sekarang ini, yaitu mulai dari hulu Batang Kuantan, negeri Lubuk Ambacang sampai ke Cerenti.

5. Struktur Pemerintahan

(Dalam proses pengumpulan data)

6. Kehidupan Sosial Budaya

Berikut ini sedikit gambaran mengenai kehidupan sosial budaya masyarakat di Kuantan. Negeri ini disebut juga Rantau Nan Kurang Esa Dua puluh. Di setiap desa, ada tanah yang disebut tanah koto. Tanah koto ini adalah tanah perumahan yang menjadi milik bersama seluruh warga negeri. Setiap koto dikelilingi oleh parit yang lebar dan dalam pada tiga bagian sisinya, sedangkan satu sisi lain biasanya langsung berbatas dengan Batang (sungai) Kuantan.

Di koto ini, terdapat rumah adat milik suku. Sementara tanah untuk perladangan, padang penggembalaan (padang rumput) untuk ternak, dan perkandangan terletak di luar koto. Setelah negeri berkembang dan menjadi ramai, banyak orang membuat rumah di tanah perladangan masing-masing. Dengan demikian, timbul banjar-banjar (dusun) baru. Semakin banyak penduduk suatu negeri, semakin banyak pula  banjarnya.

Dalam perkembangannya, penduduk asli yang awalnya berdiam jauh dari sungai Kuantan dan hidup dari peladangan kasang, kemudian pindah ke banjar-banjar yang baru didirikan tersebut, dan membiasakan diri dalam perladangan padi pada tanah tetap.

Dalam setiap banjar, terdapat empat suku, karena itu, tanah koto kemudian dibagi menjadi empat bagian. Pada tiap-tiap suku, terdapat empat orang pemangku adat, yaitu seorang penghulu sebagai kepala suku, seorang monti atau menti (menteri), seorang dubalang (hulubalang), dan seorang pegawai agama. Jadi, pemerintahan dalam suatu negeri di Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh terdiri dari enam belas orang, yang disebut dengan Orang Nan Enam Belas. Namun dalam rapat-rapat negeri, hanya penghulu saja yang berhak berbicara. Menti, Dubalang, dan pegawai agama hanya bertindak sebagai penasihat penghulu, yang hanya akan berbicara dalam rapat negeri atas permintaan penghulu masing-masing. Dalam rapat-rapat suku, ketiga orang pemuka adat tersebut memiliki kekuasaan dan hak yang sama dengan penghulu, karena masing-masing mengepalai atau mewakili sebagian dari suku.

Di koto terdapat balai penghulu yang dinamakan balai adat. Tempat tersebut merupakan tempat Penghulu Nan Berempat bersidang untuk memutuskan perkara-perkara, dan membicarakan kepentingan negeri keseluruhannya. Setelah agama Islam masuk, susunan pemerintahan seperti ini tetap dipertahankan. Oleh karena itu, hanya di koto-lah terdapat tempat orang melakukan salat Jumat dan salat hari raya. Memiliki balai dan masjid merupakan syarat mutlak bagi sebuah perkampungan agar dapat dipandang sebagai suatu negeri.

Di tiap-tiap banjar terdapat balai tua banjar, yaitu tempat keempat orang tua banjar bersidang membicarakan dan memutuskan perkara dan kepentingan banjar. Seorang tua banjar adalah wakil penghulu, tetapi tidak termasuk sebagai orang adat. Artinya, jabatannya tidak diwariskan menurut adat. Karena jumlah penghulu ada empat orang, maka tiap-tiap banjar pun memiliki empat orang tua banjar. Saat akan mengangkat orang tua banjar, penghulu harus berunding terlebih dulu dengan ketiga orang pemangku adat tersebut di atas.

Tiap-tiap negeri merupakan daerah otonom yang memiliki wewenang penuh, genting memutuskan, bebiang mencabiakkan. Artinya, memutuskan setiap masalah yang timbul dalam negeri. Pada mulanya di setiap negeri terdapat seorang gedang, seorang sekoto. Namun lama-kelamaan orang gedang seorang sekoto terdesak oleh adanya semangat demokrasi, sehingga fungsinya tidak lebih dari ?orang tua? (penasihat penghulu) dan akhirnya hilang sama sekali. Seperti dikatakan sebelumnya, dalam setiap negeri hanya terdapat empat suku dan empat orang penghulu suku.

Dengan adanya orang gedang seorang sekoto tersebut, maka ada satu dari empat suku tersebut yang memiliki dua orang penghulu, yakni seorang penghulu suku dan seorang lagi orang gedang. Itulah sebabnya jabatan orang gedang tersebut lama-kelamaan hilang dengan sendirinya.

Untuk mengurus kepentingan bersama dengan negeri-negeri tetangga, maka diadakan federasi-federasi. Pada awalnya di Rantau Kuantan terdapat tiga federasi, antara lain sebagai berikut.
  1. Empat Koto di Atas, terdiri dari negeri Sumpurago, Lubuk Ambacang, Koto Tuo, dan Sungai Pinang. 
  2. Lima Koto di Tengah, terdiri dari negeri Kari, Taluk, Simandolak, Siberakun, dan 
  3. Sibuaya.Empat Koto di Hilir, yaitu Pangian, Baserah, Inuman, dan Cerenti.
Federasi Empat Koto di atas dikepalai oleh seorang Orang Gedang bergelar Datuk Patih yang berkedudukan di Lubuk Ambacang. Federasi Lima Koto di Tengah dikepalai oleh Datuk Bendaro Lelo Budi, yang bertempat di Kari. Dan Federasi Empat Koto di Hilir dikepalai oleh Datuk Ketumanggungan yang bertempat tinggal di Inuman. Ketiga federasi tersebut membentuk federasi lagi, yaitu Konfederasi Rantau Kuantan atau Rantau Nan Kurang Esa Dua Puluh. Dinamakan demikian, karena selain terdiri dari tiga belas negeri yang tergabung dalam ketiga ferderasi tersebut, masih ada negeri-negeri lainnya yang tergabung dalam konfederasi tersebut. Empat negeri lainnya, yaitu Teluk Ingin, Toar, Gunung, dan Lubuk Tarontang yang membentuk satu federasi juga yang disebut Empat Koto Gunung atau Empat Koto di Mudik. Federasi ini berada di bawah pimpinan Datuk Bendaro.

 Copy from Wiki

Tidak ada komentar:

Posting Komentar